Friday, July 25, 2014

Sajak Tentang Cinta dan Luka

    Aku mendengar hening ketika angin mengantarkan pagi melarungkan bilah-bilah cahaya di hamparan kabut
    Hembus udara mendesirkan bait-bait sunyi sebuah pagi, yang kemudian lesap ke dalam jenggala rindu matamu
    Pagi menjadi demikian getas, ketika perlahan kita saling meletakkan catatan mimpi yang tak usai kita jelajahi
    Remang senja di antara riap rumpun ilalang, betapa lama luka berdiam di bilik-bilik kesunyian
    Senja ini, sepi turun dari puncak bukit kenangan membawa sekeping ingatan tentang masa lalu yang lama berdiam di pucuk pohon-pohon kerinduan
    Sepasang kepodang, berkicau riuh di dahan kemuning. 
    Betapa, pagi adalah sebuah kitab kerinduan yang tak pernah usai kita terjemahkan
aku mencari sisa hujan semalam. mungkin di sela bulirnya masih bisa kutemukan sekeping kenangan yang dulu kutitipkan
   
Bulan menggantung di sela rimbun daun-daun bambu petung, begitu juga angan mengembara di luas semesta yang begitu suwung
jika senja serupa dermaga, betapa aku ingin berlabuh menyandarkan letih dari perjalanan yang sekian lama kutempuh
    Lalu senja menyajakkan kesepian, tentang rindu yang hitam serupa burung-burung malam yang mematuk remah sinar rembulan
    Lalu kita kayuh perahu kayu yang telah rapuh, menelusuri tepi senja pada sebuah telaga; melarungkan doa
    Tentang sepotong senja; kau, aku, dan kenangan tentang setapak jalan berdebu di belantara akasia-sebuah perjalanan luka
    Masih tersisa sepotong cahaya rembulan menempel di lembar daun jati, bertuliskan sebait puisi yang lahir dari rahim sepi
    Pada begitu banyak aksara yg kau toreh dengan doa,semoga masih sempat kau tulis sebuah kata di langit subuh;perjalanan yg harus kita tempuh
    Dan pagi menguak semesta dengan larik-larik cahaya. Mungkin juga doa-doa sahaya yang menjelma merupa embun di pucuk-pucuk cemara
    Di musim-musim yang ranggas angin begitu deras menampar reranting getas. Begitu pun kenangan; menjelma di tiap deru nafas
    Sebilah senja menyimpan ribuan kenangan. Mungkin saat ini, di sebuah sudut kota kau sedang melukis hujan. Hujan dan senja
    Ada gemawan melintas di langit barat; di lengannya kenangan bergelayut mesra, melafazkan sajak-sajak luka
    Lalu senja merayap di gigir senyap, membahasakan luka menjadi titik-titik lembab di atas daun-daun akasia
    Lembut halimun suarakan kidung pagi, menjalar di liuk batang-batang padi. Sebuah elegi musim yg abadi
    Aku menuliskanmu dalam puisi pagi, tentang riap angin membelai pucuk ilalang, menyongsong terang agar gelap menghilang
    Kita sempat mendengar pagi mengetuk mimpi, namun kita memilih lelap agar dapat memaknai rindu yg begitu lekap
    Kamu angin, aku sehelai daun kering. Bersama kita menjelajah setiap celah hutan untuk menemukan tempat persinggahan
    Lalu kusajakkan cinta lewat desir angin utara, semoga dg baitbait yg sederhana kita mampu menjaga dia tetap menyala
    Di selasar pagi kutemukan secarik puisi;semalam malaikat menuliskannya dengan tinta doa untuk kita
    Dan doa mengaliri tempat-tempat di lembah penantian, menghanyutkan segala resah tentang ketidakpastian
    Siapkan saja secangkir rindu saat aku singgah di berandamu; menghabiskan malam menepikan kenangan
    Lamat-lamat angin mendesaukan suara di getas ranting malam; mungkin tangis yang tersimpan diam-diam di bilik kenangan
    Yang akhirnya kita simpan hanya sebait kenangan kusam karena senyum kita telah lesap bersama hujan tengah malam
    Senyum telah hilang dari bibir malam, kini hanya air mata sebagai penanda; sebuah hati terluka
    Ada samar tergambar dalam senyum purnama, mungkin denyar yang kian hingar di mata malam yang penuh binar.

No comments:

Post a Comment